Retorika Usang Supriyono, Politisi Kalah Pilkada yang Sibuk Mencari Panggung

Retorika Usang Supriyono, Politisi Kalah Pilkada yang Sibuk Mencari Panggung

SITUBONDO – Kritik pengadaan mobil dinas oleh Pemerintah Kabupaten Situbondo menuai respon tajam dari pengamat politik asal Jakarta, Nurul Fatta. Ia menilai kritik yang dilontarkan oleh Supriyono tidak berangkat dari nalar akademik, melainkan manuver politik yang sarat kepentingan.

Sebelumnya, Supriyono menyebut pengadaan enam unit mobil dinas Toyota Fortuner sebagai langkah yang tidak memiliki “sense of crisis”. Menurutnya, kondisi tersebut sangat ironis di tengah efisiensi anggaran yang dilakukan di banyak daerah.

"Memang pembelian mobil itu tak salah, tapi secara moral ini kurang elok,” ujarnya, sembari menyoroti kendaraan tersebut diperuntukkan bagi jajaran vertikal seperti Kajari, Polres, Kodim, serta Pengadilan Negeri.

Menanggapi hal itu, Nurul Fatta menyebut pernyataan Supriyono sebagai bentuk serangan politis yang dibungkus dengan moralitas semu. Ia menilai kritik tersebut justru menunjukkan gejala klasik efek Dunning-Kruger, yakni ketika seseorang merasa paling memahami persoalan publik, padahal gagal membaca konteks kebijakan yang lebih luas.

“Pernyataan Supriyono tidak mencerminkan nalar akademik, tapi lebih menyerupai manuver politik picik dari seorang intelektual yang kehilangan orbit,” kata Fatta kepada wartawan, Jumat (11/4/2025).

Fatta menambahkan, kritik Supriyono juga dinilai sebagai sosok yang kehilangan orbitnya karena kalah di pilkada 2024 ketimbang keresahan moral sebagaimana yang dikatakannya di sejumlah media.

“Ini bukan kritik, ini pengalihan. Supriyono mengangkat isu mobil dinas bukan karena keresahan moral, tapi karena kehilangan akses terhadap kekuasaan yang dulu pernah dia bela,” ujarnya.

Sebelumnya, Bupati Situbondo Yusuf Rio Wahyu Prayogo telah menjelaskan bahwa pengadaan enam unit mobil dinas Toyota Fortuner merupakan anggaran warisan dari pemerintahan sebelumnya, yang dipimpin Karna Suswandi—kini ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Bahkan, Karna Suswandi sempat menganggarkan mobil mewah Toyota Alphard untuk kendaraan dinas bupati, yang kemudian dibatalkan oleh Rio Prayogo. Dana pembatalan tersebut dialihkan untuk pembangunan rumah korban banjir.

Pernyataan Bupati Rio turut diperkuat oleh Kepala Bagian Umum Pemkab Situbondo, Ratna Koba, yang menyebut kondisi kendaraan Forkopimda memang sudah tidak layak pakai dan membutuhkan pergantian sebagai bagian dari penataan kelembagaan.

Fatta pun menyentil balik Supriyono yang menurutnya pernah membela Karna Suswandi secara terbuka saat tersandung kasus korupsi, dan kini justru menjadi pihak yang paling vokal mengkritik pemerintahan yang sedang berjalan.

Tak hanya soal mobil dinas, Supriyono juga menyoroti dugaan pencatutan nama 40 wartawan oleh seseorang berinisial HR yang disebut meminta THR ke OPD. Dalam pernyataannya, ia menilai ada dugaan pidana dan menyebut sejumlah pasal KUHP.

Fatta menganggap manuver Supriyono tidak mendorong penyelesaian institusional lewat organisasi pers, Supriyono justru tampil sebagai satu-satunya suara yang menggiring opini secara sepihak, sebelum semua fakta benar-benar terverifikasi secara hukum. 

"Ini bukan kritik akademik, ini hanya soal mencari sesuatu yang hilang dengan dibalut kata-kata ilmiah,” ujarnya.

Bagi Fatta, keberanian Bupati Rio menyampaikan klarifikasi langsung kepada wartawan harus diapresiasi sebagai bentuk akuntabilitas publik. Ia menyebut, gaya kepemimpinan seperti inilah yang seharusnya mendapat ruang, bukan malah digiring ke pusaran tuduhan politis yang kabur.

“Kalau ini soal rakyat, maka mari bicara dengan data dan nurani. Tapi kalau ini soal siapa yang ngopi dengan siapa, maka rakyat tidak butuh drama politik murahan,” ucapnya.

Fatta menegaskan bahwa pernyataannya bukan untuk membela pribadi Bupati Rio Wahyu Prayogo, melainkan sebagai bentuk koreksi atas opini publik yang digiring tanpa logika yang jernih.

“Ini soal etika berpikir dan integritas kritik. Kalau kritik dibuat hanya untuk menjatuhkan tanpa fondasi kebenaran, maka saya wajib bersuara. Tugas intelektual bukan cari panggung, tapi menjaga publik tetap waras, dan jika kritik hanya jadi alat balas dendam, publik patut curiga siapa yang sebenarnya sedang memainkan panggung," pungkas Fatta.[]

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index