JAKARTA – Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia kembali mengungkap temuan serius: sebanyak 34 produk kosmetik dinyatakan mengandung bahan berbahaya dan/atau dilarang. Temuan ini merupakan hasil pengawasan intensif yang dilakukan selama periode April hingga Juni 2025 (triwulan II).
Mayoritas produk berbahaya tersebut berasal dari kontrak produksi, yakni sebanyak 28 item, sementara 2 item merupakan produk lokal dan 4 item lainnya adalah produk impor.
“BPOM telah mengambil tindakan tegas terhadap seluruh temuan ini dengan mencabut izin edar dan menghentikan sementara kegiatan produksi, distribusi, serta importasi,” tegas Kepala BPOM Taruna Ikrar, Jumat (1/8/2025).
Tak hanya itu, 76 unit pelaksana teknis (UPT) BPOM di seluruh Indonesia telah melakukan penertiban langsung ke fasilitas produksi, gudang distribusi, hingga toko ritel yang menjual produk-produk bermasalah tersebut.
Kandungan Berbahaya yang Ditemukan
Hasil uji laboratorium menunjukkan seluruh produk kosmetik yang ditarik mengandung bahan kimia berbahaya seperti:
Merkuri
Asam retinoat
Hidrokuinon
Timbal
Pewarna kuning metanil (methanyl yellow)
Steroid
Dampak kesehatan dari bahan-bahan tersebut sangat beragam dan serius. Merkuri, misalnya, bisa menyebabkan iritasi kulit, alergi, kerusakan ginjal, hingga gangguan neurologis. Asam retinoat berpotensi membahayakan janin bagi ibu hamil karena sifatnya yang teratogenik.
Hidrokuinon dapat menyebabkan hiperpigmentasi, kerusakan kulit, hingga perubahan warna kornea dan kuku. Kandungan timbal dapat merusak organ vital, sementara pewarna methanyl yellow terbukti bersifat karsinogenik dan dapat menyebabkan kanker, gangguan hati, serta kerusakan sistem saraf.
Steroid pun tidak kalah berbahaya, karena bisa memicu perubahan pigmen kulit, biang keringat, iritasi parah, hingga penurunan ketahanan kulit terhadap infeksi.
Proses Hukum dan Sanksi
BPOM juga melakukan penelusuran terhadap produsen dan distributor yang memproduksi atau mengedarkan kosmetik ilegal, khususnya yang tidak memiliki izin resmi. Jika terbukti melanggar, kasus akan ditindaklanjuti melalui jalur hukum oleh PPNS BPOM.
“Pelaku usaha yang terbukti melanggar dapat dikenai pidana penjara hingga 12 tahun atau denda maksimal Rp 5 miliar, sesuai Pasal 435 jo. Pasal 138 ayat (2) UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan,” tutup Taruna.[]